-->

Kenalan Yuk dengan Karangasem. Surga bagi kerajinan Wayang kulit

Bicara mengenai wayang kulit, jelas harus tahu dimanakah keberadaan pengerajinnya.
Salah satu lokasi dimana surga bagi para pelancong untuk bisa menikmati wayang kulit dari segi proses pembuatan adalah dusun Karangasem, Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Mengapa dusun ini bisa memiliki peran yang penting dalam pelestarian wayang kulit? Berikut sejarah singkatnya.
hasil tatah kulit sapi
Hasil Penatahan Kulit Sapi
Sejak berdirinya padukuhan Pucung, dusun Karangasem benar telah ada. Dapat dikatakan bahwa Karangasem telah ada sejak tahun 1900-an yang dikepalai oleh Alm. admordo. Cikal bakal dusun Karangasem sendiri adalah RT 05 (saat ini). Pencatatan data pemimpin dalam administrasi yang terkira sejak tahun 1910 hingga saat ini, pergantian kepemimpinan di dusun Karangasem baru saja diadakan selama 3 kali. Saat ini dusun Karangasem dipimpin oleh Hadi Prabowo.
Sejarah Karangasem tidak bisa dipisahkan dari sejarah Pucung sendiri. Padukuhan Pucung setidaknya tercatat berdiri dengan adanya empat dusun yakni Karangasem, Jatirejo, Dengkeng, dan Nogosari. Yang tentunya masing-masing memiliki kisahnya sendiri. Nama Pucung, menurut penuturan Sujiyono (ex Lurah Wukirsari) adalah diambil dari pohon pucung yang terletak di RT 07 (saat ini menjadi kediaman kepala RT 07). Sedangkan padukuhan Pucung pada saat itu berpusat di dusun Dengkeng. Sedangkan yang menjadi pamong desa yang sangat fenomenal yaitu mbah Atmo Karyo Glemboh yang dulu menaklukkan para perampok yang kerap bersembunyi di Pucung. Karena perampok ini sangat meresahkan, maka pihak keratin Yogyakarta mengadakan sayembara bahwa yang bisa menaklukkan perampok akan diangkat menjadi pamong desa. Singkat cerita, Mbah Glemboh yang dulunya juga sebagai Jogoboyo di Pucung berhasil memenangkan sayembara itu. Maka diangkatlah ia menjadi Kepala padukuhan Pucung pada 1919 setelah lurah yang sebelumnya meninggal dunia.
‘Asal muasal kata Karangasem ceritanya dulu kala ada sebuah pohon asemnya yang deket tugu petruk itu’ tutur Sujiyono sembari menunjukkan salah satu Landmark Karangasem. Sayangnya pohon tersebut hilang pada zaman penjajahan Belanda. “Dulu jalur utama untuk nyerang pabrik gula melewati wilayah ini. ketika masih dalam era penjajahan belanda terdapat pohon asem yang terletak percis di samping tugu petruk (saat ini)” Lanjut pria yang kerap disapa Pak Jiyo ini. Sayangnya pohon asem tersebut hilang seiring dengan serangan Belanda yang terus-menerus ketika menggempur pabrik gula di Pleret. Hal ini dikarenakan satu-satunya jalur yang digunakan oleh Belanda saat itu adalah jalan imogiri-pucung. Untuk itulah warga sekitar yang sekiranya terganggu oleh kehadiran belanda mencoba mengusirnya dengan menggunakan senjata apa adanya semacam ketapel. Serangan tersebut banyak dilancarkan pada sore hari. Ini adalah estimasi bahwa pengelihatan orang-orang Belanda akan berkurang ketika sore menjelang.
Hubungan Karangasem dengan kerajinan wayang kulit sendiri adalah ketika Mbah Glemboh (Atmo Karyo) yang dulu adalah sebagai demang di Kraton juga turut merawat wayang setiap harinya. Kemudian mbah Glemboh berencana untuk membuat wayang sendiri. Ia dibantu oleh kelima tetangganya yaitu Mbah cermo, mbah Sukmo, mbah Reso, mbah Karyo, dan mbah Kromo yang dulu ketika membersihkan kulit hanya dipancang di pohon pisang. Sedangkan bahan yang digunakan untuk pewarnaan adalah berasal dari batuan alam yang ada di sungai. “Nah kalo buat warna ungu, dulu mbah pake buah sengganen yang rasanya manis itu” Jelasnya.
belajar menatah kulit sapi
Menatah Kulit
Keinginan mbah Glemboh setelah selesai membuat wayang ingin ditunjukkan kepada Sri Sultan ke-VIII, namun ketika sampai di alun-alun sudah dijadikan bahan rebutan oleh orang belanda. Bahkan ada seorang yang siap menampung (toko Jawa dan toko Cokro Suharto) berapapun wayang yang ada akan siap dibeli oleh orang-orang tersebut. Hal ini berlangsung terus menerus hingga sepeninggal Mbah Glemboh di dunia dengan situasi tak pernah berhasil menunjukkan wayang kulit karyanya kepada Sri Sultan ke-VIII. Pesan Sri Sultan ke-IX bahwa Pucungsari harus melestarikan wayang. Hal ini ditindaklanjuti dengan mengadakan kegiatan mulok (muatan local) berupa pelatihan tatah sungging di SD Pucung.
Lebih lanjut, lokasi ini sudah memiliki Paguyuban Pengerajin Wayang Kulit dan mencetuskan Wisata Wayang Pucung. Dengan bantuan dari BCA sejak tahun 2004 dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Bantul. Perkembangan wisata wayang di Pucung termasuk berjalan cepat. Kini, selain telah memiliki Joglo Wisata Wayang yang berlokasi di dusun Nogosari. Rencana yang telah berjalan adalah pembangunan fasilitas lain seperti parker, gedung pertunjukkan wayang kulit, dan showroom. Selain itu, di wisata wayang sendiri diadakan pagelaran wayang kulit setiap tahunnya.
Perlu untuk diketahui, bagi anda yang ingin berwisata di sini. Anda tak hanya dapat menikmati wayang kulit, tapi juga bisa belajar membuat wayang dari awal pembuatan hingga finishing.


Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Mas Beber


0 komentar:

Post a Comment